PENGHULU NINIK MAMAK DI MINANG KABAU
Penghulu (dalam
bahasa Minang disebut Pangulu) dan ninik mamak di Minang Kabau mempunyai
peranan yang sangat penting dan menentukan dalam kekuatan kekerabatan adat Minang
itu sendiri, tanpa penghulu dan ninik mamak suatu nagari di Minang Kabau
diibaratkan seperti kampung atau negeri yang tidak bertuan karena tidak akan
jalan tatanan adat yang dibuat, “Elok
nagari dek Pangulu sumarak nagari dek nan mudo”
Pengertian Pangulu (Penghulu)
Pangulu berasal dari
kata Pangka dan Hulu (pangkal dan hulu) Pangkal artinya tampuk atau tangkai
yang akan jadi pegangan, sedangkan hulu artinya asal atau tempat awal keluar
atau terbitnya sesuatu, maka pangulu di Minang Kabau artinya yang memegang tampuk
tangkai yang akan menjadi pengendali pengarah pengawas pelindung terhadap anak
kemenakan serta tempat keluarnya sebuah
aturan dan keputusan yang dibutuhkan
oleh masyarakat anak kemenakan yang dipimpin pangulu, “Tampuak tangkai didalam suku nan mahitam mamutiahkan tibo dibiang
kamancabiak tibo digantaiang kamamutuih”
Pengertian Ninik Mamak
Ninik mamak adalah
merupakan satu kesatuan dalam sebuah lembaga perhimpunan Pangulu dalam suatu
kanagarian di Minang Kabau yang terdiri
dari beberapa Datuk-datuk kepala suku atau pangulu suku / kaum yang mana mereka
berhimpun dalam satu kelembagaan yang disebut Kerapatan Adat Nagari (KAN).
Diantara para datuk_datuk atau ninik mamak itu dipilih salah satu untuk menjadi
ketuanya itulah yang dinamakan Ketua KAN. Orang-orang yang tergabung dalam KAN inilah
yang disebut ninik mamak, “Niniak mamak
dalam nagari pai tampek batanyo pulang tampek babarito”
Pengertian Datuak (Datuk)
Datuak (Datuk)
adalah gelar pusako adat dalam suatu suku atau kaum yang diberikan kepada
seseorang dalam suku atau kaum itu sendiri dengan dipilih atau ditunjuk dan diangkat oleh anak kemenakan suatu suku
atau kaum yang bersangkutan melalui upacara adat dengan syarat-sayarat tertentu
menurut adat Minang.
Seorang Datuak dia adalah
pangulu dalam suku atau kaumnya dan sekaligus menjadi ninik mamak dalam
nagarinya, dengan pengertian yang lebih rinci lagi : Datuak gelarnya, Pangulu
Jabatannya dan Ninik mamak lembaganya dalam nagari.
Sebagai Datauak dia
harus menjaga martabatnya karena gelar datuak yang disandangnya adalah gelar
kebesaran pusaka adat dalam suku atau kaumnya, banyak pantangan dan larangan
yang tidak boleh dilanggar oleh seseorang yang bergelar datuak dan tidak sedikit pula sifat-sifat positif
yang wajib dimilikinya.
Sebagai Pangulu dia
harus tau tugas dan tanggung jawabnya terhadap saudara dan kemenakannya dalam
membina, mengayomi, melindungi dan mengatur pemanfaatan harta pusaka tinggi dan
tanah ulayat untuk kemakmuran saudara dan kemenakannya, namun dia juag harus
tetap menjalankan tugas dan tanggung jawabnya sebagai kepala keluarga di rumah
tangganya terhadap anak dan istrinya, “Anak
dipangku jo pancarian, kamanakan dibimbiang jo pusako”
Sebagai anggota
ninik mamak dia adalah perwakilan dari
suku atau kaumnya layaknya seperti anggota DPRD (dalam istilah MInang disebut Andiko) dalam pemerintahan nagari yang
mewakili konstituennya untuk menyampaikan dan memperjuangakan aspirasi kaum
yang dipimpinnya serta untuk membantu menyelesaikan berbagai permasalahan yang
timbul pada anak kemenakannya dalam nagari, “Andiko didalam kampuang kusuak nan kamanyalasai karuah nan
kamampajaniah”
Berbagai
permasalahan anak kemenakan yang berhubungan dengan hidup bernagari dan
berkorong kampung dibahas oleh ninik mamak dari berbagai pengulu kepala suku
atau atau datuk – datuk kaum bersama alim ulama cerdik pandai serta
pemerintahan nagari di Balai Adat yang disebut balerong dalam Kerapatan Adat
Nagari (KAN), “Balerong ditanah Minang
tampek duduk nak samo randah, tampek tagak nak samo tinggi, tampek duduak
bajalan baiyo, tampek tagak bakato bamolah, tampek manjari bana nan saukua nak
tibo kato dimufakat, tampek mahukum nak samo adia, tampek mambagi nak samo
banyak”
Hasil musyawarah
mufakat inilah yang dijadikan pedoman dalam menata kehidupan bermasyarakat di
dalam suatu kenagarian dan disinilah dirumuskan Adat nan diadatkan beserta Adat
Istiadat yang disesuaikan dengan kebutuhan situasi kondisi serta perkembangan
masyarakat dan kemajuan zaman yang tentunya tetap mengacu kepada landasan Adat
Basandi Syarak Syarak Basandi Kitabullah.
Dalam melaksanakan
tugasnya Pangulu dipanggil dengan sebutan “Urang
nan gadang basa batuah” dia gadang pada kaumnya dia basa pada sukunya dan
dia batuah dalam nagari, gadang dalam kaumnya artinya seorang pengulu dia
dibesarkan atau dituakan selangkah dalam kaumnya, dan basa pada sukunya artinya
dia menjadi panutan, pemimpin pengatur dalam sukunya, sedangkan batuah dalam
nagari artinya seorang pangulu karena dia ninik mamak maka apa-apa yang
dikatakan dan diperbuatnya juga menjadi acuan sehingga dia disegani dan
dihormati dalam nagari.
Seorang pangulu
adalah pucuk pimpinan dalam kaumnya pada suatu unit pemerintahan dalam nagari,
pangulu dibantu oleh tiga unsur perangkat adat yaitu :
1.
Malin yang
membidangi persoalan agama
2.
Manti sebagai
pelaksana kebijakan
3.
Dubalang ysng
brtsnggung jswab terhadap keamanan
Inilah yang disebut
urang nan ampek jinih yaitu Pangulu, Malin, Manti dan Dubalang.
Memilih dan mengukuhkan seorang Pangulu atau datuak.
Seorang Datuaul atau
pangulu dipilih dan dinobatkan apabila terjadi beberapa hal dalam suatu suku
atau kaum :
1.
Apa bila Datuk
atau Pangulu yang terdahulu tealah meninggal dunia (Patah tumbuah hulang baganti)
2.
Apa bila Datauk
atau Pangulu yang saat ini sedang menyandang gelar datuak telah berusia lanjut atau
dalam keadaan sakit berat dan tidak mungkin atau sanggup lagi untuk menjalankan
tugas-tugasnya sebagai Datauak atau Pangulu. (Hilang dicari lapuak diganti)
3.
Apa bila Datauak
yang sedang menyandang gelar Datuak atau Pangulu saai ini mengundurkan diri
minta diganti, (Malatak-an gala)
4.
Apa bila terjadi
pelanggaran moral, adat dan agama serta hukum yang berlaku lainnya oleg orang
yang menyandang gelar Datuak atau Pangulu saat ini dan anak kemenakan sepakat
untuk menggantinya, (Mambuek cabuah jo
sumbang salah)
5.
Kalau ada Datauk
atau pangulu yang sudah lama tidak di angkat karena sesuatu hal dan saat ini
sudah memnuhi syarat untuk dianggkat (Mambangkik
Batang Tarandam)
Dalam tatanan adat
Minang Kabau ada 2 cara memilih seorang pangulu atau datuak :
1.
Menurut adat Suku
Bodi Chaniago dan pecahannya (banyak lagi nama suku suku yang lain pecahan dari
suku asal Bodi dan Chaniago ata Koto Piliang) seorang pangulu atau datuak
dipilih secara musyawarah mufakat oleh anak kemenakan suku tersebut berdasarkan
syarat-syarat tertentu dengan mempertimbangkan mungkin dan patut, dalam istilah
adat disebut “Hilang dicari lapuak
diganti, duduak samo randah tagak samo tinggi, duduak saamparan tagak
sapamatang”
2.
Menurut adat suku
Koto Piliang dan pecahannya seorang pangulu atau datauak dipilih berdasarkan
keturunan dan pergiliran gelar pengulu tersebut dalam suku atau kaum itu
berdasarkan syarat-syarat tertentu dengan mempertimbangkan mungkin dan patut,
dalam istilah adat disebut “ramo ramo
sikumbang jati katik endah pulang bakudo, patah tumbuah hilang baganti pusako
lakek kanan mudo”, rueh tumbuah dimato.
Syarat-syarat seseorang dipilih menjadi seorang
pangulu atau datuak :
1.
Memenuhi 4 sifat
nabi Sidik, Tablihk, Amanah, dan Fthanah
2.
Loyalitas yang
tinggi terhadap kaum, suku, anak kemenakan dan nagari
3.
Berilmu
pengetahuan tentang adat dan agama dll
4.
Adil dalam
memimpin anak kemenakan dan keluarga
5.
Berani dalam
menegakkan kebenaran dan mencegah kebathilan
6.
Taat menjalankan
ajaran agama dan adat
7.
Tidak cacat moral
dimata masyarakat dalam nagari
8.
Mungkin dan
patut, ini yang paling dipertimbangkan, karena ada orang yang mungkin tapi
tidak patut, dan ada yang patut tapi tidak mungkin, contohnya adalah ada orang
yang memenuhi syarat-syarat diatas tetapi di hidup di rantau yang jauh, di
mungkin menjadi pangulu tetapi tidak patut karena dia jauh dirantau sedangkan
dia akan mengayomi dan mengurus anak kemenakannya dikampung, atau ada yang
tinggal dikampung namun tidak memenuhi syarat jadi pangulu, dia patut jadi
pangulu tapi tidak mungkin karena kurang persyaratan, yang masuk menurut
logika, “batamu mungkin jo patuik sasuai
ukua jo jangko takanak barih jo balabeh lah tibo wakatu jo musimnyo disitu alek
dibuek”
Pengukuhan dan penobatan pangulu
Setelah pangulu
dipilih dengan musyawarah mufakat melalui demokrasi moril secara adat antara
anak kemenakan dalam suatu suku atau kaum maka segenap anak kemenakan atau kaum
tersebut mempersiapkan acar pengukuhan pada sebuah upacara adat perjamuan
Baralek gadang dalam nagari dan ini disebut “malewakan kanan rami, bia basuluah mato hari bagalanggang mato rang
banyak”.
Dalam perjamuan
baralek gadang pengukuhan seorang pangulu terdapat beberapa symbol-simbol adat
diantaranya adalah :
1.
Mambantai
Kabau, “Kabau didabiah tanduak dibanam
darah dikacau dagiang dilapah” (menyembelih kerbau, kerbau disembelih,
tanduk ditanam, darah dikacau daging dimakan) pengertian menyembelih kerbau adalah
membunuk sifat-sifat kebinatangan yang ada dalam diri seoerang pangulu, tanduk
ditanam artinya membuang sifat-sifat hewani yang cendrung melukai dan membinasakan
dari jiwa seorang pangulu pemimpin adat, sedangkan pengertian darah dikacau
adalah mendinginkan darah yang panas dalam hati seorang pemimpin, karean
seorang pangulu harus bejiwa teduh mengayomi dia harus tau kalau dia adalah
pemimpin tidak boleh berhati dan berdarah panas dalam menghadapi orang yang
dipimpinnya, dan dan pengertian daging dilapah adalah bahwa seorang ninik mamak
dia adalah tempat mengadu anak kemenakannya dikala susah dan kelaparan, harta
pusaka tinggi dan ulayat yang diaturnya adalah untuk kemakmuran anak
kemenakannya, “Kok pangulu lai dinan
bana bumi sanang padi manjadi taranak bakambang biak anak kamanakan basanang
hati urang kampuang sato manyukoi”
2.
Marawa
dipancangkan (mengibarkan umbul-umbul) dimedan perhelatan. Marawa 3 warna :
kuning, merah dan hitam berdiri kokoh menjulang tinggi keudara namun ujungnya
menjulai tunduk kebawah dengan pengertian :
1.
Warna kuning
melambangkan kekuasaan seorang pangulu (mahukum adia bakato bana)
2.
Warna merah
melambangkan keberanian (barani karano bana, takuaik karano salah)
3.
Warna hitam
melambangkan kesabaran dan ketabahan seorang pangulu dalam mengahadapi anak
kemenakannya.
4.
Berdiri kokoh
menjulang tinggi artinya seorang pangulu harus mempunyai wibawa dan
kharismatik ditengah-tengah kaum dan masyarakat
dalam nagari.
5.
Ujung marawa menjulai tunduk kebawah melambangkan walau
pangulu orang yang ditinggikan seranting dan didahulukan selangkah namun dia
tetap harus melihat kebawah memperhatikan dan mengayomi orang yang dipimpinnya
dengan rendah hati memakai ilmu padi semakin berisi semakin tunduk.
3.
Malatuihan badia
sadantam (meletuskan bedil sedantam) nan gaganyo karonggo bimi dantangnyo
sampai kalangik (gegrnya kerongga bumi gaumnya sampai ke langit) itulah ikrar
seorang pengulu kepada manusia dan janjinya kepada Allah sebagai sumpah jabatan
yang mesti dipertanggung jawabkan.
Kedaulatan seorang Datuak atau Pangulu
Kedaulatan seorang
Datuak atau Pangulu di Minang Kabau tidak lebih seperti powernya seorang ketua
sebuah oprganisasi dia ada karena dipilih dan diangakat oleh kaumnya “nan
diamba gadang dianjuang tinggi”
gadangnyo karano diamba tinggunyo karano dianjuang, apa bila anak
kemenakan meninggikan dia maka tinggilah dia, tinggi dimata anak kemenakan dan
tinggi dimata urang nagari tapi kalau anak kemenakan sudah tidak menghormatinya
lagi maka dengan sendirinya hilang pulalah kehormatan seorang datauak atau
pangulu.
Pemberhentian
seorang Datauak atau pangulu tidaklah harus menunggu satu priode masa jabatan
karena tidak ada batasan masa jabatan seorang Pangulu atau datuak di Ranah
Minang, kalau seorang datuak atau pangulu telah berbuat sumbang salah menurut
adat dan agama maka gelar datauak atau pengulunya sudah bisa dilucuti atau
diberhentikan jadi datauak atau pangulu dan menggantinya dengan yang lain “Kalau punco mararak ulu kalau pasak
mambaok guyah kalau tungkek mambaok rabah mohon datuak baganjua suruik banyak nan
lain kapangganti”
Batasan antara
Datauk atau Pangulu dengan anak kemenakan yang dipimpinnya hanyalah sebatas
kejujuran dalam mungkin dan patuik, oleh sebab itu maka seorang pangulu
haruslah adil dan bijak sana dalam memimpin anak kemenakannya, “Jikoklah tagak dinan cupiang manampuah
jalan baliku, bakato indak dinan bana, mahukum indak dinan adia mambagi bak
kato surang disinan baju balipeknyo mamak diganti jonan lain”.
Kekuasaan Ninik
mamak dalam adat Minang kabau hanyalah “tinggi
sarantiang jumbo-jomboan sarangguik runtuah badaram, didahulukan cuman
salangkah bajarak tungkai-tungkaian sahambua lompeklah tibo sadatiak wakatu
nampak satitiak salah basuo baitu ukua jo jangko di dalam alam Minang Kabau”.
Namun demikian
ditangan pangulu berhimpun kekuasaan yang besar dalam menjalankan tugas
membimbing dan mengatur anak kemenakannya, ninik mamak mampunyai fungsi
Eksekutif sebagai pelaksana kekuasaan, fungsi Legislatif sebagai pembuat aturan
dan funsi yudikatif sebagai pengambik keadilan, funsi ini dilakukan oleh ninik
mamak yang disebut “uarang nan ampek jinih” (pangulu, malin, manti dan
dubalang) yang mana pangulu sebagai koordinatornya.
Itulah sebabnya
Pangulu dan urang nan ampek jinih disebut “Bak
kayu gadang ditangah koto ureknyo tampek baselo batangnyo tampek basanda
dahannyo tampek bagantuang daun rimbunnyo tampek bataduah, tampek bahimpun
hambo rakyat, pai tampek batanyo pulang tampek babarito, sasek nan kamanyapo
tadorong nan kamanyintak, tibo dikusuik kamanyalasai tibo dikaruah mampajaniah,
mahukum adia bakato bana”
Pangulu dan ninik
mamak adalah Ulil amri yang wajib ditaati dan dipatuhi karena dia adalah
pemimpin yang dipilih oleh anak kemenakannya sendiri “Tutua sakapa digunuangkan
kakok satitiak dilauikkan” dia dimulyakan dihormati dan dijaga martabatnya oleh
anak kemenakannya karena Pangulu di Minang Kabau adalah lambang kebesaran suatu
suku atau kaum yang wajib dijaga dan dimulyakan.
Namun Pangulu dan
ninik mamak bukanlah seperti raja-raja yang harus disembah dan dipuja setinggi
langit dan dia tidak boleh dikultuskan seperti dewa-dewa bangsa lain, di Minang
Kabau tidak ada istilah bangsawan walaupun dia seoerang datuk apalagi hanya
keturunan datuk, di Minang Kabau semua derajat manusia sama tidak ada bedanya,
pemimpin adat hanyalah ditinggikan seranting didahulukan selangkah dan dituakan
dalam kaum.
Dalam Pakaian
Pangulu mulai dari Salauk (Tutup kepala) baju, salempang, celana, keris, ikat
pinggang dan sandal semuanya mempunyai arti dan makna yang sangat luas untuk
dipahami oleh seorang yang bergelar Datuak atau pengulu.
Tatanan masyarakat
Mianag kabau memakai palsapaf “Kamanakan barajo ka mamak, mamak barajo
kapangulu, pangulu barajo kamufakat, mufakat barajo kanan bana, bana badiri
sandirinyo, itulah inyo hokum Allah”.
Terima kasih
Tidak ada komentar:
Posting Komentar